Thursday, October 14, 2010

Mencari File Yang Di-hiden Virus

Kemarin aku disodori sebuah hard disk external 250GB yang katanya berisi 29GB data yang raib dimakan virus folder shortcut. Mohon maaf kalo cara saya menamai virus-nya salah karena itu "nama" yang disebut-sebut teman saya tadi. Sudah discan pake antivirus terbaik katanya, tapi data tetap hilang. Saya was-was juga soalnya itu katanya hard disk kantor dan semua data didalamnya adalah data kantor and beliau harus bertanggungjawab atas masalah itu. Mana pake nangis lagi orangnya saking paniknya. Saya jadi dag dig dug juga jadinya, gimana kalo memang datanya sudah raib? Virus folder shortcut? Kayaknya keliru namanya…hehehe!


Pertama saya scan dulu dengan Microsoft Security Essentials sampe selesai dan alhasil dapatlah penyakitnya Worm:INF/vobfus.gen. Langsung saya karantina. Gak puas dengan Microsoft Security Essentials, saya lanjutkan dengan scan PCMAV terbaru tapi hasilnya sudah bersih. Setelah yakin virusnya menyerah, saya coba explorer isi hard disk tersebut. Saya agak kaget juga melihat puluhan shortcut folder. Saya coba show hiden file lewat folder option, ternyata hanya satu folder yg hilang yang nongol. Folder hilang tetap hilang. Kemudian saya blok semua folder sisa virus tadi dan saya masukkan dalam sebuah folder baru.

"Jadi gimana Om, datanya? Hilang kan?" Saya jawab sabar dulu. Saya coba lihat propertis hard disk-nya ternyata use space 30,1GB. Selamat…..ternyata file2nya masih ada. Soal cari urusan belakang yang penting datanya masih ada. Saya berpikir untuk menggunakan software pencari data tetapi saya teringat apa tidak sebaiknya menggunakan cara manual dulu. Saya coba dengan menggunakan "Layar hitam" yang tidak disukai orang alias command prompt. Sebagai informasi dalam pencarian ini saya menggunakan Windows Vista. CATATAN: dalam proses dibawah ini perangkat eksternal yang dimaksud (Hard disk eksterna) harus tetap terpasang di komputer.

Nah inilah langkah-langkahnya;

  1. Masuk command prompt dengan cara klik [Start] sehingga muncul kotak [Search]
  2. Seandainya Anda menggunakan Windows XP berarti klik [Start] > [Run…]
  3. Pada kotak dialogs [Run..] atau [Search] ketikan CMD lalu [Enter]
  4. Kotak Command Prompt terbuka.
  5. Sekarang dalam jendela command prompt ketik nama drive-nya misalnya F: lalu [Enter]
  6. Maka akan muncul drive yang akan dibuka proteksi hiden foldernya. Dalam contoh diatas berada pada drive F: (ini disesuaikan dengan drive tujuan pada komputer Anda).


     


     


     



     

  7. Selanjutnya ketik perintah "attrib –s –h *.* /s /d" (tanpa tanda petik) lalu tekan [Enter].
  8. Proses akan berjalan sekitar 1-2 menit.
  9. Setelah ada pemberitahuan selesai, saya tidak sabar langsung saya buka drive-nya dan….alhamdulillah masih utuh semua.

Saturday, October 2, 2010

Akulturasi

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Asimilasi

Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.

Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Syarat asimilasi

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:

* terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
* terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama.
* Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.

Faktor pendorong

Faktor-faktor yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut.

* Toleransi di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaan
* Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi
* Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan kebudayaan yang dibawanya.
* Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
* Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan universal
* Perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya
* Mempunyai musuh yang sama dan meyakini kekuatan masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.

Faktor penghalang

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi antara lain sebagai berikut.

* Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas)
* Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi
* Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan
* Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan kelompok lain. Kebanggaan berlebihan ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak mau mengakui keberadaan kebudayaan kelompok lainnya
* Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
* Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok yang bersangkutan
* Golongan minoritas mengalami gangguan dari kelompok penguasa

KONFLIK SOSIAL

A. Pengertian

1. Secara etimologis Secara etimologis konflik social berasal dari kata “confligere” yang berarti sama-sama memukul.
2. Menurut Para Ahl a.Berstein : Konflik merupakan suatu pertentangan, perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik mempunyai potensi positif dan ada pula yang negative di dalam interaksi social. b. Dr. Robert M.Z. Lawang Konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan, di mana tujuan dari mereka yang berkonflik, tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya. c. Drs. Ariyono Suyono Konflik adalah proses atau keadaan di mana dua pihak berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing yang disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun tuntutan dari masing-masing pihak. d. James W. Vander Zanden Konflik adalah suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat pihak yang saling berhadapan betujuan menetralkan, merugikan, ataupun menyisihkan lawan mereka. e. Soerjono Soekanto Konflik adalah proses social dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.

B. Faktor Penyebab Konflik
Ada 4 faktor penyebab konflik, yaitu :

1. Perbedaan individu Adalah konflik yang disebabkan perbedaan kepribadian atau individu tertentu.
2. Perbedaan Latar belakang kebudayaan Adalah konflik yang disebabkan perbedaan kebudayaan dalam masyarakat.
3. Perbedaan Kepentingan Adalah konflik yang terjadi karena kepentingan yang berbeda.
4. Perubahan social Adalah konflik yang terjadi karena perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

C. Bentuk-bentuk konflik

1. Berdasarkan sifatnya : a. Konflik destruktif adalah konflik yang muncul karena perasaan tidak senang, rasa benci, dan dendam dari seseorang ataupun kelompok terhadap pihak lain. Misal : Konflik Ambon, Konflik Poso. b. Konflik Konstruktif adalah konflilk yang muncul karena perbedaan pendapat dari kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan. Misal : perbedaan pendapat dalam suatu organisasi.
2. Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik a. Konflik vertical adalah konflik antar komponen masyarakat yang di dalam struktur yang memiliki tingkatan. Contoh : konflik antara bawahan dan atasan. b. Konflilk horisantal adalah konflik yang terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang relative sama. Misal : Konflik antar organisasi massa. c. Konflik diagonal adalah konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumberdaya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrim. Misal : Konflik Aceh
3. Berdasarkan sifat pelakunya : a. Konflik terbuka adalah konflik yang diketahui semua pihak. Contoh : Konflik Palestina-Israel b. Konflik tertutup adalah konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.

D. Dampak konflik

1. Dampak positif a. Meningkatkan solidaritas antara anggota b. Munculnya pribadi-pribadi yang kuat c.Membantuk menghidupkan kembali norma lama dan menciptakan norma baru d. Munculnya kompromi baru apabila pihak yang berkonflik dalam kekuatan seimbang.
2. Dampak negative a. Hancur dan retaknya kesatuan kelompok b. Adanya perubahan kepribadian seorang individu c. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
d. Kemiskinan bertambah dan tidak kondusifnya keamanan
e. Pendidikan formal dan informal terhambat karena rusaknya saran dan prasarana. E. Bentuk-bentuk konflik
1. Konflik Pribadi adalah konflik antara pribadi dengan pribadi lain.
2. Konflik kelas social adalah konflik antara buruh dan majikan
3. Konflik rasial adalah konflik ras satu dengan ras lain
4. Konflik politik adalah konflik antara golongan politik satu dengan lainnya.
5. Konflik internasional adalah konflik antara satu Negara dengan Negara lain.
6. Konflik kelompok adalah konflik kelompok satu dengan yang lain.
3. F. Cara mengatasi konflik

Cara mengatasi konflik adalah dengan akomodasi. Ada beberapa bentuknya, yakni :

1. Genjatan senjata Merupakan pencegahan permusuhan antarpihak yang bertikai untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan pekerjaan tertentu yang tidak boleh di ganggu.
2. Mediasi adalah penghentian peritikaian oleh pihak ketiga dengan memberikan keputusan mengikat.
3. Konsiliasi Adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih bagi tercapainya suatu persetujuan bersama.
4. Stalemate Adalah keadaan pihak yang bertentangan mempunyai kekuatan seimbang tetapi berhenti pada titik tertentu tidak bisa maju ataupun mundur
5. Arbitrasi Merupakan perselisihan yang langsung dihentikan pihak ketiga yang memutuskan dan diterima serta ditaati oleh kedua pihak.
6. Ajudikasi Adalah penyelesaian perkara atau sengketa pengadilan.
7. Eliminasi Adalah pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat konflik
8. Dominasi Adalah orang atau pihak yang memiliki kekuatan besar dapat memaksakan orang atau pihak lain menaatinya.
9. Mayority rules Adalah suara terbanyak ditentukan melalui voting akan menentukan keputusan tanpa pertimbangan argumentasi.
10. Kompromi Adalah semua pihak yang terlibat konflik berusaha mencari jalan tengah dengan menguraikan tuntutan tertentu.
11. Minority consent Adalah kelompok minoritas yang kalah menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama.
12. Integrasi Adalah pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembalik sampai kelompok mencapai keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.

Remaja dan Perilaku Menyimpang: Korban dari Perubahan Zaman?


Sebuah adegan yang tak lumrah terekam melalui video handphone. Medio April 2008 sekelompok remaja putri menganiaya temannya sendiri dengan cara memukul bergantian ke arah kepala—organ vital yang menentukan masa depan setiap orang.
Dari dialog yang terrekam, korban diperintah menunjukkan sikap hormat pada
anggota-anggota geng yang bernama Nero (Neko-neko Dikeroyok). Saat korban
mengangkat tangan ke samping kanan dahinya –seperti layaknya hormat
bendera—seorang temannya mendampar wajahnya berkali-kali. Lalu sesekali menjotos
tepat di hidung dan mulut korban sampai kepala korban terantuk ke belakang.
Sebuah pertunjukan yang paling banter bisa ditemui di atas ring tinju. Namun pertunjukan yang satu ini lebih dari perhelatan di atas ring tinju: tanpa sarung tangan, dilakukan dengan keroyokan dan tanpa perlawanan dari pihak lawan.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, beredar pula rekaman video melalui handphone tentang seorang remaja puteri yang dianiaya oleh sekitar lima remaja puteri lainnyakorban dipukuli bergantian, diinjak-injak, lalu ditarik rambutnya oleh seorang remaja putri lainnya sampai berguling-guling ke tanah. Adegan ini disaksikan oleh beberapa orang di sekitarnya tanpa ada seorang pun yang mencoba melerainya.
Jika berbicara tentang kekerasan, kita mendapati ketakwajaran yang jadi
lumrah—terutama akhir-akhir ini. Kekerasan banyak dijumpai di ruang publik (di jalan
raya, perumahan, kampus dan tempat kerja) maupun ruang privat (di keluarga atau dalam rumah). Freudian menjustifikasi sebagai potensi bawah sadar yang dibawa oleh setiap orang. Ketakwajaran yang belum lagi lumrah adalah kekerasan ini dilakukan oleh perempuan dan pada saat usia pelaku baru menginjak remaja. Perempuan merupakan sosok yang identik dengan pribadi feminin. Tentang kepribadian feminin, Lips (2005) memaparkan ciri-cirinya yakni penuh kasih sayang, simpatik, jentel, sensitif, pengasuh, sentimental, mampu berhubungan sosial dan koopertif. Berbeda dengan ciri kepribadian maskulin yang kompetitif, dominan, petualang, berani, agresif dan resisten terhadap tekanan. Namun, kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok remaja putri di atas lebih cenderung menunjukkan pribadi maskulin daripada feminin. Dalam hal ini, perilaku yang ditunjukkan tersebut disamping tidak wajar secara perilaku juga tidak normal jika ditilik dari sudut pandang pelaku.
Perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat biasa
disebut perilaku menyimpang. Disamping kekerasan seperti yang dilakukan remaja
putri di atas, ada banyak perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dan makin
mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku tersebut antara lain
penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba), perilaku seksual sebelum menikah, premanisme di kalangan pelajar dan sebagainya.
Masa remaja : berdayung di tengah badai
Masa remaja adalah usia yang niscaya dilewati oleh setiap orang dewasa. Masa ini akan menguji setiap orang bahwa tidak selamanya hidup dilewati dengan perjalanan yang mulus dan lurus. Mungkin si pejalan yang remaja itu tahu lurusnya jalan. Namun, menjalani tidak semudah hanya mengetahui. Seorang pedayung yang hendak menuju suatu pulau mungkin tahu arah jalannya dan mungkin tahu ada badai di depan, tapi tidak semua pedayung bisa melewati badai dan sampai pada tempat yang dituju. Masa remaja adalah masa yang penuh badai dan tidak semua orang bisa lolos melewati masa-masa itu.

Ada minimal tiga badai yang akan mengguncang masa remaja ini. Pertama, badai otoritas. Pada masa ini remaja cenderung bersikap dependen. Remaja akan banyakditerpa oleh otoritas-otoritas lain yang mampu memengaruhi sikapnya. Independensi didapat melalui penghargaan atas otoritas orang tua, teman sebaya, guru maupun orang yang dituakan. Kedua, badai rangsang emosi. Remaja menunjukkan emosi yang labil sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsang emosi di luar dirinya. Remaja akan terdorong bertindak agresif hanya dengan dipanas-panasi oleh teman sepermainannya. Ketiga, badai ego. Remaja cenderung menunjukkan keakuannya pada orang lain. Kebutuhan untuk diakui bisa menjerat remaja pada tindakan yang dilarang oleh norma. Dengan kata lain, remaja bisa saja melakukan tindakan yang melanggar norma asal dirinya bisa diakui oleh orang lain. Tiga badai di atas sangat memungkinkan remaja terantuk pada posisi oleng : melakukan berbagai perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang ada di masyarakat.
Pada zaman ini, ada badai besar yang bisa menggulung siapa saja yang tidak cakap mengendalikannya, yakni badai informasi. Memang, tidak hanya remaja saja yang akan terpengaruh oleh badai informasi ini. Tapi, badai informasi akan melengkapi ancaman tiga badai seperti tersebut di atas. Ciri adanya badai ini adalah makin tidak terbendungnya arus informasi seiring dengan makin mudah didapatnya teknologi informasi. Remaja bisa dengan mudah memamah informasi tentang apapun. Bisa dipastikan, hampir semua remaja di kota sudah familier dengan handphone, bahkan bisa berganti-ganti model sesuai tren terbaru. Internet sudah bisa diakses sampai ke pelosok, dimana saja dan kapan saja. Internet menyediakan beragam informasi dan pengetahuan sesuai kebutuhan penggunanya hanya dengan satu dua kali menekan tuts keyboard. Televisi menjadi penyedia layanan informasi yang paling banyak dikonsumsi, terlebih banyak handphone yang sudah memiliki fasilitas gambar hidup itu. Media cetak beragam jumlahnya dan mampu memenuhi beragam hobi dan minat setiap orang. Derasnya informasi yang mengalir ke segala penjuru ruang sosial di masyarakat tentunya akan memengaruhi pengguna informasi itu. Informasi yang dikenyam akan memengaruhi cara pandang, sikap, perilaku, gaya hidup, dan kebiasaan seseorang.

Sebagai misal, belajar tidak harus tatap muka langsung dalam kelas tapi bisa dengan jarak jauh via internet (e-learning). Berdiskusi tidak harus bersua langsung tapi bisa lewat mailinglist. Belanja tidak harus ke supermarket tapi tapi dapat dilakukan dalam kamar dengan menggunakan jasa belanja online. Berkirim kabar tidak lagi harus pakai surat via pos tapi bisa langsung pakai layanan pesan singkat (sms) atau e-mail.
Alvin Toffler dengan lugas menjelaskan pengaruh (teknologi) informasi terhadap perilaku seseorang. Menurutnya, setiap jenis teknologi melahirkan lingkungan teknologi (teknosfer) yang khas. Teknologi informasi sebagai bagian dari teknosfer akan mewarnai infosfer –yakni budaya pertukaran informasi di antara warga masyarakat.

Infosfer pada gilirannya akan membentuk dan mengubah sosiosfer—yakni norma-norma sosial, pola-pola interaksi dan organisasi kemasyarakatan. Karena manusia adalah makhluk sosial, perubahan sosial akan memengaruhi perilaku dan proses mental seseorang—yakni mengubah psikosfer orang-perorang (Rakhmat, 2004). Dari itu bisa dimengerti bahwa perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh beragam arus informasi yang melingkupinya.
Badai informasi pada kalangan remaja
Apa yang bisa dijadikan dalih bahwa kekerasan yang dilakukan remaja dipengaruhi oleh tayangan kekerasan dalam televisi? Mungkin butuh penelitian yang cermat tentang hal ini. Namun, bila merujuk teori konstruktivisme, beragam tayangan kekerasan dalam televisi tidak bisa dianggap remeh, apalagi disisihkan alih-alih menampik tidak ada hubungannya dengan kekerasan yang dilakukan remaja. Sikap dan perilaku remaja dikonstruksi dari informasi yang didapat dari lingkungannya. Sementara televisi suda jadi media yang tidak mungkin dilepas dari keseharian masyarakat, didalamnya tersaji banyak tayangan yang kurang mendidik bahkan banyak diwarnai adegan kekerasan. Informasi selebriti mengabarkan kekerasan : perceraian maupun kekerasan yang dilakukan antarartis. Berita di televisi bertabur kekerasan: perselisihan antarwarga kampung, perbedaan pandangan antarorganisasi masyarakat, perseteruan antarpendukung pilkada, penggusuran paksa maupun demonstrasi yang berujung bentrok fisik. Film tidak enak dinikmati tanpa adegan kekerasan, bahkan film-film yang diputar di televisi kita sebagian besar dari Hollywood yang penuh adegan kekerasan.

Sinetron-sinetron banyak mengisahkan kekerasan fisik maupun psikis (fitnah, dendam, iri, munafik). Acara dialog dan diskusi di televisi makin berani mengumbar kekerasan psikhis dengan cara saling menyudutkan dan saling memancing amarah.
Jika kekerasan ini tampil mengisi ruang dan waktu seseorang tanpa ada reaksi
penolakan, ada saatnya kekerasan dianggap sebagai kejadian yang lumrah adanya.
Kekerasan tidak bisa lagi ditolak sebagai perilaku yang melanggar norma karena sudah
diwajarkan oleh sebagian besar masyarakat. Saat kita menikmati adegan kekerasan bahkan memengaruhi dan mengubah cara kita memandang kekerasan, pada dasarnya kita telah mengalami desensitisasi sistematis. Yakni proses yang secara sistematis
memungkinkan seseorang mewajarkan sesuatu karena sesuatu itu muncul berulang-
ulang. Kekerasan akan dianggap wajar jika hal itu muncul secara berulang-ulang dan
seakan diterima di masyarakat sebagai realitas biasa.
Norma-norma sosial makin terbuka untuk dipengaruhi bahkan diubah. Dengan mudah norma-norma yang berlaku di masyarakat tertentu akan diadopsi oleh norma-norma di masyarakat lain. Mode pakaian yang baru muncul di Perancis dengan cepat dikonsumsi oleh masyarakat di kota kecil. Di Jember setiap tahun diadakan Jember Fashion Carnaval (JFC), yakni karnaval keliling kota dengan menggunakan mode pakaian kontemporer. Mode pakaian dapat dinikmati di sudut-sudut kota di Jember, tanpa perlu pergi ke Perancis. Melalui internet, siapa saja bisa berinteraksi dan menemukan ruang interaksi sosialnya. Minat, bakat, pandangan hidup, gaya hidup, pilihan profesi bahkan orientasi seksual pun bisa terjalin intens lewat internet. Orang dapat berinteraksi dan bertukar pikir tanpa perlu banyak tahu latar belakang lawan
interaksinya. Dalam hal ini, komunitas yang terjalin dapat membangun norma-norma
sendiri, bahkan lepas dari norma yang umum berlaku di masyarakat.
Korban yang harus dibela
Perubahan zaman menuju era informasi memiliki andil besar dalam membentuk sikap
dan perilaku remaja. (Teknologi) informasi yang tidak terkendali peran dan fungsinya
turut memengaruhi pola perilaku remaja yang abai terhadap norma yang berlaku.
Artinya, perilaku menyimpang tidak hanya semata-mata bersumber dari remaja itu
sendiri. Tapi, adanya perubahan zaman secara potensial bisa memacu remaja bersikap
dan berperilaku di luar batas normativitas. Keterbukaan informasi dan komunikasi
seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mungkin bukan
satu-satunya sebab, tapi ini merupakan salah satu sebab yang menentukan. Lebih
menentukan lagi karena, satu sisi informasi menyerang deras ke relung hidup sampai
yang paling privat dan sakral, pada sisi lain remaja kurang memiliki kemampuan
otonom dalam memilih normativitas sikap dan perilaku. Lagi, satu sisi lembaga
penyedia informasi menghantam keras ruang hidup di ranah publik, di sisi lain
lembaga-lembaga yang memiliki otoritas norma dan ajaran agama di masyarakat
semakin melemah.
Dalam menanggapi remaja dengan perilaku yang menyimpang akan lebih bijaksana jika
tidak semata-mata menempatkan remaja sebagai ‘tersangka’. Mungkin ya, bahwa
perilaku menyimpang remaja tidak akan muncul jika tidak ada perilaku yang
ditampilkan remaja itu sendiri. Tapi mungkin juga tidak, bahwa perilaku menyimpang
yang dilakukan remaja dipengaruhi pula oleh lingkungan yang melingkupinya.
Lingkungan di sekitar remaja seperti katalisator yang memungkinkan remaja
berperilaku menyimpang. Dalam hal ini remaja ditempatkan sebagai korban dari
lingkungannya. Maka, tidak ada empati yang bisa ditunjukkan kepada korban selain
dengan cara membela korban. Bagaimana pembelaannya?
Pertama, menciptakan lingkungan yang mampu membentuk remaja pada kesadaran
normatif yang otonom. Dengan harapan, remaja mampu menentukan pilihan perilaku
menurut pertimbangannya sendiri dengan bersandar pada norma-norma yang berlaku.
Dalam hal ini remaja diharapkan memiliki kecerdasan normatif, yakni kemampuan
remaja dalam menentukan sikap dan perilaku apapun dengan tetap mengindahkan
norma-norma.Kedua, menguatkan lembaga-lembaga yang memiliki otoritas norma.
Lembaga-lembaga tersebut diharapkan mampu menopang norma-norma yang ada
sekaligus menyesuaikannya sesuai dengan perubahan zaman. Disini peran keluarga
sebagai lembaga yang memiliki otoritas norma sungguh penting. Mengingat, keluarga
merupakan lembaga pertama dan utama yang mengenalkan remaja pada norma-norma.
Tidak kalah penting dari keluarga adalah sekolah. Pada institusi sekolah inilah keluarga
turut menumpukan harapan. Sekolah adalah institusi yang sengaja dibuat untuk
mendidik remaja agar bisa bersosialisasi di masyarakat dengan baik.
Jika kita benar handak membela, indikasinya bisa bermula dari yang sederhana saja :
kita merasa, perilaku menyimpang remaja, seperti kekerasan yang dilakukan remaja
putri di atas, benar-benar menggelisahkan kita. Ini hanya sebagai pengganti kata-kata
yang terkesan retoris: kita merasa, perilaku tersebut sungguh-sungguh mengiris-iris
hati nurani kita.

PENGARUH KAWAN SEPERMAINAN

Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.Pengaruh kawan ini memang cukup besar. Dalam Mangala Sutta, Sang Buddha bersabda: “Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana, itulah Berkah Utama”. Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Dalam Digha Nikaya III, 188, Sang Buddha memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik yaitu mereka yang memberikan perlindungan apabila kita kurang hati-hati, menjaga barang-barang dan harta kita apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada dalam bahaya, tidak pergi meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan membantu sanak keluarga kita.
Sebaliknya, dalam Digha Nikaya III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik. Mereka adalah teman yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang yang tidak bermoral, pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.
2. PENDIDIKAN
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak seperti yang telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 188. Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang adanya beberapa agama di dunia. Berilah pengertian yang baik dan bebas dari kebencian tentang alasan orangtua memilih agama Buddha serta alasan seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas, biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan ataupun bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya, sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai dikerjakan.
3. PENGGUNAAN WAKTU LUANG
Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya.Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
Oleh karena itu, orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Ada kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan apabila anak senang berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran dengan mengikutkannya pada satu kelompok olahraga beladiri.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan batinnya. Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Kegiatan keluarga dapat berupa pembacaan Paritta bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di ruang keluarga. Pada hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki pola pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga dapat menjadi sarana rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita dapat berjumpa dengan banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun pandita yang dijumpai. Selain itu, dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat bersama-sama pergi berenang, jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain sebagainya.
4. UANG SAKU
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir. Anak diajarkan hidup dengan bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu menggunakan prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha.Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir, melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan semangat.
Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
1. Anak menjadi boros
2. Anak tidak menghargai uang, dan
3. Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.
5. PERILAKU SEKSUAL
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan Buddha Dhamma. Sang Buddha telah memberikan pedoman untuk bergaul yang tentunya juga sesuai untuk pegangan hidup para remaja. Mereka hendaknya dididik selalu ingat dan melaksanakan Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan kemoralan ini adalah latihan untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.

Konsep multikulturalisme dan persebarannya

Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh pendiri bangsa Indonesia untuk
mendesain kebudayaan bangsa Indonesia, bagi orang Indonesia masa kini multikulturalisme
adalah sebuah konsep asing. Saya kira perlu ada lebih banyak tulisan oleh para ahli yang kompeten mengenai multikulturalisme di media massa daripada yang sudah ada selama ini. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme akan—harus mau tidak mau—mengulas pula berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
Kalau kita melihat apa yang terjadi di Amerika Serikat dan di negara-negara Eropa Barat sampai dengan Perang Dunia ke-2, masyarakat-masyarakat tersebut hanya mengenal adanya
satu kebudayaan, yaitu kebudayaan kulit putih yang Kristen. Golongan-golongan lainnya yang
ada dalam masyarakat-masyarakat tersebut dikategorikan sebagai minoritas dengan segala hak-hak mereka yang dibatasi atau dikebiri. Di Amerika Serikat, berbagai gejolak untuk persamaan
hak bagi golongan minoritas dan kulit hitam serta kulit berwarna mulai muncul di akhir tahun
1950-an. Puncaknya adalah pada tahun 1960-an dengan dilarangnya perlakuan diskriminasi oleh
orang kulit putih terhadap orang kulit hitam dan berwarna di tempat-tempat umum, perjuangan
hak-hak sipil, dan dilanjutkannya perjuangan hak-hak sipil ini secara lebih efektif melalui berbagai kegiatan affirmative action. Kegiatan ini membantu mereka yang terpuruk dan minoritas, untuk dapat mengejar ketinggalannya dari golongan kulit putih yang dominan di berbagai posisi dan jabatan dalam beragam bidang pekerjaan dan usaha (lihat Suparlan 1999).
Di tahun 1970-an, upaya-upaya untuk mencapai kesederajatan dalam perbedaan mengalami
berbagai hambatan, karena corak kebudayaan kulit putih yang Protestan dan dominan itu berbeda dari corak kebudayaan orang kulit hitam, orang Indian, atau pribumi Amerika, dan berbagai kebudayaan bangsa dan sukubangsa yang tergolong minoritas sebagaimana dikemukakan oleh Nieto (1992), dan tulisan-tulisan yang disunting oleh Reed (1997). Yang dilakukan oleh para cendekiawan dan pejabat pemerintah yang pro demokrasi dan HAM, dan yang anti rasisme dan diskriminasi ialah menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah di tahun 1970-an. Bahkan, dewasa ini anak-anak Cina, Meksiko, dan berbagai golongan sukubangsa lainnya dapat belajar di sekolah dengan menggunakan bahasa ibunya sampai tahap-tahap tertentu (Nieto 1992). Jika Glazer (1997) mengatakan bahwa ‘…we are all multiculturalists now,’ dia menyatakan apa yang sebenarnya terjadi pada masa kini di Amerika Serikat. Gejala tersebut adalah produk dari serangkaian proses-proses pendidikan multikulturalisme yang dilakukan sejak tahun 1970-an.
Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana, melainkan sebuah ideologi yang harus
diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan
kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lannya. Multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsepkonsep yang merupakan bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan guna memahami dan mengembangluaskannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk memahami multikulturalisme, diperlukan landasan pengetahuan berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dengan, dan mendukung keberadaan, serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikultutralisme, sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos,
kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan


Pemahaman tentang multikulturalisme

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian kebudayaan di antara para ahli harus disamakan, atau tidak dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang
ahli dengan konsep ahli-ahli lainnya. Karena multikulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Saya melihat kebudayaan dalam perspektif tersebut, dan karena itu melihat kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Yang juga harus kita perhatikan bersama untuk kesamaan pendapat dan pemahaman adalah bagaimana kebudayaan itu operasional melalui pranata-pranata sosial.
Sebagai sebuah ide atau ideologi, multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan. Kajian-kajian mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antarmanusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan yang penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia.
Salah satu isu yang saya kira cukup penting untuk diperhatikan dalam kajian-kajian mengenai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya adalah corak dari kebudayaan manajemen yang ada setempat, atau pada corak kebudayaan korporasi bila perhatian kajian terletak pada kegiatan pengelolaan manajemen sumber daya dalam sebuah korporasi. Perhatian pada pengelolaan manajemen ini akan dapat menyingkap dan mengungkapkan corak nilai-nilai budaya dan operasionalisasi nilai-nilai budaya tersebut atau etos, dalam pengelolaan manajemen yang dikaji. Kajian seperti ini juga akan dapat menyingkap dan mengungkap corak etika (ethics) yang ada dalam struktur-struktur kegiatan sesuatu pengelolaan manajemen yang memproses masukan (in-put) menjadi keluaran (out-put). Apakah memang ada atau tidak ada pedoman etika dalam setiap struktur manajemen? Atau, adakah pedoman etika yang ideal (yang dicita-citakan dan yang dipamerkan) dan yang aktual (yang betul-betul digunakan dalam proses-proses manajemen, dan yang biasanya disembunyikan dari pengamatan umum)?
Permasalahan etika ini menjadi sangat penting dalam pengelolaan manajemen sumber daya yang dilakukan oleh berbagai organisasi, lembaga, atau pranata yang ada dalam masyarakat. Negeri kita kaya raya akan sumber-sumber daya alam dan kaya akan sumber-sumber daya manusia yang berkualitas. Akan tetapi, pada masa kini kita, bangsa Indonesia, tergolong sebagai bangsa yang paling miskin di dunia dan sebagai bangsa yang negaranya paling korup. Salah satu sebab utamanya ialah karena kita tidak mempunyai pedoman etika dalam mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki. Pedoman etika yang menjamin proses-proses manajemen tersebut akan menjamin mutu yang dihasilkan. Kajian-kajian seperti itu bukan hanya menyingkap dan mengungkapkan ada tidaknya, atau corak nilai-nilai budaya yang berlaku, dan etika yang digunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan manajemen sesuatu kegiatan, organisasi, lembaga, atau pranata, melainkan juga akan mampu memberikan pemecahan terbaik mengenai pedoman etika yang seharusnya digunakan menurut dan sesuai dengan konteks-konteks kegiatan dan organisasi.
Secara garis besarnya, etika (ethics) dapat dilihat sebagai ‘pedoman yang berisikan aturanaturan baku yang mengatur tindakan-tindakan pelaku dalam sebuah profesi’. Di dalam pedoman tersebut terserap prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mendukung dan menjamin dilakukannya kegiatan profesi si pelaku sebagaimana seharusnya, sesuai dengan hak dan kewajibannya. Peranan etika dalam sesuatu struktur kegiatan adalah fungsional dalam memproses masukan menjadi keluaran yang bermutu (Magnis-Suseno 1987; Bertens 2001). Dalam ruang lingkup luas, dalam masyarakat-masyarakat maju, kita kenal adanya etika politik, etika akademik, etika bisnis, etika administrasi dan birokrasi, dan sebagainya. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil kita dapat melihat berbagai pedoman etika—yang ada atau tidak ada—dalam berbagai struktur kehidupan atau pengelolaan sumber-sumber daya yang lebih khusus, misalnya pembahasan mengenai ‘Akbar Tanjung dan Etika Politik’ sebagaimana dikemukakan oleh Alfian (2002).
Masalah yang kita hadapi berkenaan dengan upaya menuju masyarakat Indonesia yang
multikultural adalah sangat kompleks. Apakah kita, para ahli Antropologi, sudah siap untuk itu?
Apakah Jurusan-jurusan Antropologi yang ada di Indonesia ini juga telah siap untuk itu? Dalam kesempatan ini saya ingin menghimbau bahwa seyogianya kita semua melakukan refleksi diri mengenai kesiapan tersebut. Pertama, apakah secara konseptual dan teoretikal kita cukup mampu untuk melakukan penelitian dan analisis atas gejala-gejala yang menjadi ciri-ciri masyarakat majemuk yang telah selama lebih dari 32 tahun kita jalani? Apakah kita juga akan mampu membuat semacam blueprint untuk mengubahnya menjadi masyarakat bercorak multikultural? Kalau kita belum mampu, sebaiknya kita mempersiapkan diri melalui berbagai kegiatan diskusi, seminar, atau lokakarya untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan kita, dan mempertajam konsepkonsep dan metodologi yang relevan dalam kajian mengenai ungkapan-ungkapan masyarakat majemuk dan multikultural. Jika diperlukan, sebaiknya pimpinan dan dosen-dosen dari berbagai Jurusan Antropologi dapat duduk bersama untuk membicarakan isu-isu penting berkenaan dengan peranan antropologi dalam membangun Indonesia sesuai cita-cita reformasi. Pembicaraan para pimpinan jurusan ini sebaiknya terfokus pada upaya untuk mengembangkan kurikulum dan konsep-konsep serta metodologi yang sesuai dengan itu.
Kedua, apakah secara metodologi kita sudah siap untuk itu? Kajian-kajian etnografi yang
tradisional, yang bercorak butterfly collecting yang selama ini mendominasi kegiatan-kegiatan
penelitian dosen dan mahasiswa untuk skripsi, sebaiknya ditinjau kembali untuk diubah sesuai
dengan perkembangan antropologi dewasa ini, dan sesuai dengan upaya pembangunan masyarakat Indonesia menuju masyarakat multikultural. Penelitian etnografi bercorak penulisan jurnalisme juga sebaiknya dihindari, dan diganti dengan penelitian etnografi yang terfokus dan mendalam, yang akan mampu mengungkap apa yang tersembunyi di balik gejala-gejala yang dapat diamati dan didengarkan, dan yang akan mampu menghasilkan sebuah kesimpulan atau tesis yang sahih. Kegiatan-kegiatan penelitian yang menggunakan kuesioner untuk memperoleh respons dari responden atas sejumlah pertanyaan sebaiknya ditinggalkan dalam kajian untuk dan mengenai multikulturalisme ini. Kajian seperti ini hanya akan mampu menghasilkan informasi mengenai kecenderungan gejala-gejala yang diteliti, bersifat superfisial, dan menyembunyikan banyak kebenaran yang seharusnya dapat diungkapan melalui dan dalam suatu kegiatan penelitian. Pendekatan kualitatif dan etnografi, yang biasanya dianggap tidak ilmiah karena tidak ada angka-angka statistiknya, sebaiknya digunakan dengan menggunakan metode-metode yang baku seperti yang terdapat dalam buku yang disunting oleh Denzin dan Lincoln (2000), karena justru pendekatan kualitatif inilah yang ilmiah dan obyektif dalam konteks-konteks masyarakat atau gejala-gejala dan masalah yang ditelitinya. Untuk itu perlu juga dikaji tulisan Guba (1990) dan sejumlah penulis yang diedit oleh Denzin dan Lincoln (2000), yang menunjukkan kelemahan dari filsafat positivisme yang menjadi landasan utama dari metodologi kuantitatif.
Ketiga, sebaiknya berbagai upaya untuk melakukan kajian multikulturalisme dan masyarakat multikultural yang telah dilakukan oleh ahli-ahli antropologi dapat pula menstimuli dan melibatkan ahli-ahli sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan bisnis, ilmu pendidikan, ilmu hukum, ilmu kepolisian, dan ahli-ahli dari berbagai bidang ilmu pengetahuan lainnya untuk secara bersamasama melihat, mengembangkan, memantapkan, dan menciptakan model-model penerapan multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia menurut perspektif dan keahlian akademik masingmasing. Dengan demikian, secara bersama-sama, tetapi melalui dan dengan menggunakan pendekatan masing-masing, upaya-upaya untuk menuju masyarakat Indonesia yang multikultural itu dapat dengan secara cepat dan efektif berhasil dilaksanakan.
Upaya-upaya tersebut di atas dapat dilakukan oleh Jurusan Antropologi, atau gabungan
Jurusan Antropologi dan satu atau sejumlah jurusan lain yang ada dalam sebuah universitas,
atau sejumlah universitas dalam sebuah kota untuk mengorganisasi kegiatan-kegiatan diskusi,
seminar kecil, atau lokakarya. Kegiatan-kegiatan ini akan dapat dijadikan landasan bagi dilakukannya kegiatan seminar atau lokakarya yang lebih luas ruang lingkupnya. Dengan cara
ini, konsep-konsep dan teori-teori serta metodologi berkenaan dengan kajian mengenai multikulturalisme, masyarakat multikultural, perubahan serta proses-prosesnya, dan berbagai
konsep serta teori yang berkaitan dengan itu semua akan dapat dikembangkan dan dipertajam
sehingga operasional di lapangan.
Di samping bekerja sama dengan para ahli dari berbagai bidang ilmu pengetahuan yang
mempunyai perhatian terhadap masalah multikulturalisme, ahli-ahli Antropologi, dan terutama
pimpinan Jurusan Antropologi, sebaiknya mulai memikirkan untuk memberikan informasi mengenai multikulturalisme pada berbagai lembaga, badan, dan organisasi pemerintahan yang
kebijaksanaannya—secara langsung atau tidak langsung—berkaitan dengan masalah multikulturalisme. Hal yang sama sebaiknya dilakukan pula terhadap sejumlah LSM dan tokoh-tokoh masyarakat atau partai politik. Selanjutnya, berbagai badan atau organisasi pemerintahan
serta LSM diajak dalam berbagai kegiatan diskusi, seminar, dan lokakarya sebagai peserta aktif. Mereka ini adalah kekuatan sosial yang akan mendukung dan bahkan dapat memelopori terwujudnya cita-cita reformasi, bila mereka memahami makna multikulturalisme dan bangunan konsep-konsep yang berkaitan dengan itu. Mereka dapat juga menentang multikulturalisme dan ide tentang masyarakat multikultural Indonesia bila mereka tidak memahaminya, atau merasa tidak berkepentingan untuk turut melakukan reformasi.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan
Cita-cita reformasi—yang nampaknya mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya—
sebaiknya digulirkan kembali. Secara model, alat penggulir bagi proses-proses reformasi dapat
dioperasionalkan dan dimonitor, yakni dengan mengaktifkan model multikulturalisme untuk
meninggalkan masyarakat majemuk, dan secara bertahap memasuki masyarakat multikultural
Indonesia. Sebagai model, masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat
berdasarkan ideologi multikulturalisme, atau bhinneka tunggal ika yang multikultural, yang
melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal.
Bila pengguliran proses-proses reformasi yang terpusat pada terbentuknya masyarakat
multikultural Indonesia itu berhasil, maka tahap berikutnya adalah mengisi struktur-struktur,
atau pranata-pranata, dan organisasi-organisasi sosial yang tercakup dalam masyarakat Indonesia. Isi dari struktur-struktur atau pranata-pranata sosial tersebut mencakup reformasi dan
pembenahan dalam kebudayaan-kebudayaan yang ada, dalam nilai-nilai budaya dan etos, etika,
serta pembenahan dalam hukum dan penegakan hukum bagi keadilan. Dalam upaya ini harus
dipikirkan adanya ruang-ruang fisik dan budaya bagi keanekaragaman kebudayaan yang ada
setempat pada tingkat local, atau pada tingkat nasional serta berbagai corak dinamikanya.
Upaya ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman etika dan pembakuannya sebagai
acuan bertindak, sesuai dengan adab dan moral dalam berbagai interaksi yang terserap dalam
hak dan kewajiban pelakunya dalam berbagai struktur kegiatan dan manajemen. Pedoman etika
ini akan membantu upaya-upaya pemberantasan KKN secara hukum.
Upaya-upaya tersebut tidak akan mungkin dapat dilaksanakan bila pemerintah nasional dan pemerintah-pemerintah daerah dalam berbagai tingkatan tidak menginginkan atau menyetujuinya. Ketidakinginan merubah tatanan yang ada biasanya berkaitan dengan berbagai fasilitas dan keistimewaan yang diperoleh dan dimiliki oleh para pejabat dalam hal akses dan penguasaan atas sumber-sumber daya yang ada, serta pendistribusiannya. Mungkin peraturan yang ada, berkenaan dengan hal itu harus direvisi, termasuk revisi untuk meningkatkan gaji dan pendapatan para pejabat, sehingga peluang untuk melakukan KKN dapat dibatasi atau ditiadakan.
Bersamaan dengan upaya-upaya tersebut, sebaiknya Depdiknas R.I. mengadopsi pendidikan multikulturalisme untuk diberlakukan dalam pendidikan sekolah, dari tingkat SD sampai dengan SLTA. Multikulturalisme sebaiknya termasuk dalam kurikulum sekolah, dan pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai pelajaran ekstra kurikuler atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah (khususnya untuk daerah-daerah bekas konflik berdarah antarsukubangsa, seperti di Poso, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan berbagai tempat lainnya). Dalam sebuah diskusi dengan tokoh-tokoh Madura, Dayak, dan Melayu di Singkawang baru-baru ini, mereka semua menyetujui dan mendukung ide diselenggarakannya pelajaran multikulturalisme di sekolah-sekolah guna mencegah terulangnya kembali konflik berdarah antarsukubangsa yang pernah mereka alami
Sebagai penutup dapat kita pikirkan bersama apakah multikulturalisme sebagai ideologi
yang mendukung cita-cita demokrasi hanya akan dijadikan sebagai wacana, ataukah akan kita
jadikan sebagai tema utama dalam antropologi Indonesia sebagai sumbangsih antropologi Indonesia bagi pembangunan masyarakat Indonesia. Semuanya terpulang pada keputusan kita
bersama.

Istilah Istilah dalam pelajaran PKn

1. DEMONSTRASI
Demonstrasi ("demo") adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum.

2. AUTONOMOUSPARTICIPATION
Proses partisipasi masyarakat otonom secara bertahap telah di perpanjang sejak penciptaan konferensi isu terkait dengan masyarakat .

3. POLITICAL EDUCATION
Pendidikan politik adalah segala bentuk tindakan di sengaja, mereka di pandu oleh tujuan dan nilai-nilai.

4. LOBBYING
Adalah bentuk advokasi dengan tujuan mempengaruhi keputusan yang di buat oleh legislator dan pejabat di pemerintahan dengan individu,legislator lain/kelompok-kelompok advokasi.

5. APATIS
Juga di sebut ketenangan atau perfuncturiness adalah keadaan ketidak pedulian, atau penindasan terhadap emosi seperti perhatian, semangat, dan motivasi.

6. PUBLIC POLICY
Kebijakan public secara umum dapat di definisikan sebagai tindakan atau tidak bertindak yang di ambil oleh pemerintah entitas (Keputusan Pemerintah) berkaitan dengan masalah tertentu atau suatu set masalah.

7. SUSTAINABLE DEPLOPMENT
Pembangunan berkelanjutan adalah pola penggunaan smber daya yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia sambil menjaga lingkungan sehingga kebutuhan tersebut dapat di penuhi tidak hanya di masa sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang.

8. VIOLENCE
Atau kekerasan ekpresi atau lisan kekuatan fisik melawan atau lainnya, menarik tindakan dari terhadap akan sesuatu pada sakit disakiti.

9. CONTACTING
Berhubungan secara sederhana mungkin dengan mendapat respon lebih cepat dari pada menuis.

10. GLADIATOR
Yakni mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, seperti aktivis partai, pekerja kampanye, dan aktivis masyarakat.

11. MOBILITED PARTICIPATION
Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.

Fungsi fungsi pada MENU BAR


1.        Menu File, Sub Menu File
Ø      New                             : Membuka dockument baru yang masih kosong
Ø      Open                            : Membuka file dokumen yang telah disimpan
Ø      Close                           : Mrenutup dokumen
Ø      Save                             : Menyimpan dokumen ke media penyimpanan
Ø      Save As                       : Menyimpan dokumen ke media penyimpanan dalam format lain
Ø      Save as Web page        : Menyimpan dalam format file web page
Ø      Seacrh                          : Mencari teks tertentu dari suatu file
Ø      Versions                       : Untuk mengetahui versi Ms. Word
Ø      Web page Preview       : Melihat tampilan dokumen dalam format web page
Ø      Page setup                    : Mengatur tampilan halaman yang akan dicetak pada pada dokumen
Ø      Print Preview             : Melihat tampilan dari dokumen yang akan di cetak
Ø      Print                             : Mencetak dokumen dan mengatur kerja printer
Ø      Send to                        : Mengirim dokumen melalui e-mail
Ø      Propertise                     : Mengetahu beberapa keterangan mengenai isi dokumen
Ø      Exit                              : menutup program Ms. word
2.        Menu Edit, Sub Menu Edit
Ø      Undo                            : Membatalkan perintah yang telah dilakukan (Ctrl+Z)
Ø      Repeat atau Redo         : Mengulangi perintah yang telah dilakukan (Ctrl+Y)
Ø      Cut                               : Menghapus/memindahkan teks atau objek yang dipilih ke clipboard
Ø      Copy                            : Menyalin teks atau objek yang dipilih ke clipboard
Ø      Office Clipboard           : Membuka isi clipboard
Ø      Paste                            : Menempatkan objek/teks yang ada di clipboard pada posisi titik sisip berada
Ø      Paste Spesial                : Menempatkan objek/teks yang ada di clipboard pada posisi titik sisip berada format yang berbeda
Ø      Paste Hyperlink            : teks sebagai hyperlink
Ø       Clear                           : semua data (All), format data (formats), komentar (comments), data (contents) yang ada pada lembar kerja
Ø      Select All                      : memblok semua isi dokumen
Ø      Find                              : kata dari dokumen yang sedang aktif
Ø      Replace                        : Untuk mencari dan mengganti kata tertentu dari dokumen yang sedang aktif
Ø      Go To                          : Menuju ke halaman
Ø      Links                            : Mengubah sumber link objek pada dokumen yang aktif
Ø      Object                          : Mengedit objek yang bukan berasal dari dokumen word
3.        Menu View, Sub Menu View
Ø      Normal                         : Mengubah tampilan layar ke bentuk normal
Ø      Web layout                   : Mengubah tampilan layar dalam bentuk web view
Ø      Print layout                   : Mengubah tampilan layar pengetikan ke bentuk print view
Ø      Outline                          : Mengubah tampilan layar ke bentuk outline view
Ø      Task Pane                    : Menampilkan/menyembunyikan bantuan task pane di layar
Ø      Toolbars                       : Menampilkan dan menyembunyikan toolbar
Ø      Ruler                            : Menampilkan dan menyembunyikan mistar/garis pengatur
Ø      Show Paragraph Marks : Untuk menampilkan simbol paragraph
Ø      Gridlines                       : Untuk menampilkan tanda garis pada lembar kerja
Ø      Documents Map           : Menampilkan dokumen dengan disertai peta gambar
Ø      Header Footer              : Membuat dan menghapus judul atas dan bawah di dokumen
Ø      Footnotes                     : Melihat catatan hasil footnote
Ø      Mark up                       : Menampilkan toollbar markup
Ø      Full Screen                   : Menampilkan dokumen dalam satu layar penuh
Ø      Zoom                           : Menentukan ukuran tampilan lembar kerja pada layar
4.        Menu Insert, Sub Menu Insert
Ø      Break                           : Menentukan jenis perpindahan halaman
Ø      Page Numbers              : Memberi nomor halaman
Ø      Date and time               : Menyisipkan tanggal dan waktu yang berlaku saat ini
Ø      Autotext                       : Menyisipkan kata
Ø      Field                             : Menyisipkan field
Ø      Symbol                         : Menyisipkan symbol ke dalam teks
Ø      Comment                     : Menyisipkan komentar
Ø      Reference                     : Menyisipkan footnote, caption, cross reference
Ø      Web Component          : Menyisipkan komponen dari web
Ø      Picture                          : Menyisipkan gambar
Ø      Diagram                       : Menyisipkan diagram
Ø      Text Box                      : Menyisipkan teks atau gambar yang berada dalam kotak tertentu kedalam dokumen aktif
Ø      File                               : Menampilkan toollbar markup
Ø      Object                          : Menyisipkan objeck kedalam dokumen
Ø      Bookmark                    : Menyisipkan tanda pada suatu teks, gambar, grafik, dan lainnya ke dalam dokumen
Ø      Hyperlink                     : Menyisipkan hyperlink pada taks, file, atau dokumen (HTML) (Ctrl+K)
5.        Menu Format, Sub Menu Format
Ø      Font                             : Memilih jenis, gaya, ukuran, dan efek hurufyang diinginkan
Ø      Paragraph                     : Menentukan identitas, spasi, pemotongan baris, dan halaman dolumen aktif –
Ø      Bullets and Numbering : menyisipkan bullet dan nomor pada teks yang dipilih –
Ø      Borders and Shading    : Memberikan bingkai dan arsiran –
Ø      Columns                       : Membuat dokumen menjadi beberapa kolom -
Ø      Tabs                             : Menentukan batas tabulasi di dalam dokumen –
Ø      Drop Cap                     : Memformat teks menjadi huruf berukuran lebih besar di awal paragraph –
Ø      Text Direction               : Mengatur arah horizontal dan vertikal dari teks yang diketik
Ø      Change Case                : Mengatur teks yang disorot menjadi huruf besar dan kecil atau sebaliknya –
Ø      Fit Text            : Mengatur jarak atara huruf dalam kalimat –
Ø      Background                  : Memberi warna latar belakang pada dokumen –
Ø      Theme                          : Mengatur format tampilan theme yang digunakan pada halaman web
Ø      Frames                         : membuat tabel daftar isi dengan menggunakan heading dari dokumen dan menempatkannya sebelah kiri frame –
Ø      Autoformat                   : Mengubah format yang disediakan Word menjadi format
Ø      dokumen baru –
Ø      Style and Formating     : Mengubah style dan format –
Ø      Reveal Formating         : Menampilkan task pane Reveal Formatting yang berfungsi untuk menentukan format suatu teks –
Ø      Object                           : Memformat suatu objek -
6.        Menu Tools, Sub Menu Tools
Ø      Spelling and Grammar : Menjalankan pemeriksaan ejaan dan tata bahasa dari teks atau paragraf dalam sebuah dokumen
Ø      Language                      :  menjalankan fasilitas penerjemah bahasa –
Ø      Word Count                 :  Memberikan data statistik tentang jumlah halaman, kata,  karaktek, paragraf, dan baris yang terdapat dalam dokumen aktif
Ø      Autosummarize             :  Memberikan data statistik tentang jumlah huruf dan kata pada dokumen –                      aktif
Ø      Speech                         : Mengubah pembicaraan melalui mokrofon menjadi teks, atau sebaliknya
Ø      Track Changes             : Menandai teks yang baru diubah sisinya –
Ø      Compare and Merge Documents : Membandingkan dan menggabungkan dokumen yang aktif dokumen lainnya –
Ø      Protect Document      : Melindungi dokumen agar aman dari bentuk pengubahan dokumen –
Ø      Online Collaboration :  mengadakan diskusi dan bertukar informasi melalui internet –
Ø      Letters and Mailings      : Memuat surat melalui fasilitas wizard –
Ø      Macro                          : Membuat dan menghapus macro sendiri –
Ø      Template and add-ins  : Mengatur tampilan template –
Ø      AutoCorrect Options   : Memperbaiki teks secara otomatis –
Ø      Customize                     : Menata toolbar, menambahkan perintah bari, membuat menu da toolbar sesuai keinginan –
Ø      Options                        : Membantu nebggybajab sevekas tabulasi yaitu View, Edit,  Print, Save,  User,Information, Compability, File Locations, Security, Spelling & Grammar, dan Track Changes.
7.        Menu Table, Sub Menu Table
Ø      Draw Table                  : Menampilkan toolbar Tables dan Borders untuk membuat gambar tabel –
Ø      Insert                            : Menyisipkan tabel, baris, sel, dan kolom
Ø      Delete                          : Menghapus tabel, baris, sel, dan kolom
Ø      Select                           : Menandai tabel, baris, sel, dan kolom
Ø      Merge Cells                  : Menggabungkan beberapa sel menjadi satu sel
Ø      Split Cells                     : Memecah sel menjadi beberapa sel
Ø      Split Table                    : Memecah tabel menjadi beberapa tabel
Ø      Table AutoFormat        : Memformat tabel dengan format yang telah disediakan Ms. Word
Ø      AutoFit                         : Menentukan penyesuaian judul, Windows, kolom secara otomatis
Ø      Heading Rows Repeat  : Mengulang baris judul
Ø      Convert                        : Mengkonversi teks menjadi tabel, atau sebaliknya
Ø      Sort                              : Mengurutkan data atau teks
Ø      Formula                        : Menggunakan rumus dan fungsi yang disediakan Ms. Word
Ø      Hide Gridlines            : Menampilkan atau menyembunyikan garis bantu pada tabel
Ø      Table Propertise         : Menampilkan kitak dialog Table Propertise
8.        Menu Window, Sub Menu Window
Ø      New Window            : Menampilkan dokumen yang sama dalam jendela berbeda
Ø      Arrange All                 : Mengatur letak dan bentuk jendela dokumen yang aktif agar dapat melihat seluruh dokumen aktif dengan ukuran yang sama dalam waktu bersamaan
Ø      Split                           : membagi dokumen aktif menjadi dua bagian agar dapat melihat bagian yang berbeda dari dokumen yang sama pada waktu bersamaan
9.        Menu Help, Sub Menu Help
Ø      Microsoft Word Help          :  Menampilkan menu help Word –
Ø      Show the Office Assistant :  Menyembunyikan atau menampilkan Office Assistant
Ø      Office on the Web             :  Menampilkan berbagai informasi terakhir mengenai program aplikasi Ms. Office melalaui internet
Ø      Activate Product                :  Mendeteksi aktivasi Word
Ø      Detect and Repair              :  Mendeteksi dan memperbaiki program word
           About Microsoft Word         :  Menampilkan kotak dialog tentang Microsoft Word yang digunakan